LOKASI INDUSTRI
A. Klasifikasi
Industri
Jenis
industri bergantung pada kriteria yang dijadikan dasar dalam pengelompokannya
(klasifikasi): berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal,
atau jenis teknologi yang digunakan.
Selain
faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara
juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar
dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin
beranekaragam jenis industrinya.
1. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Bahan Baku
a. Industri ekstraktif, yaitu industri yang
bahan bakunya diperoleh langsung dari alam, Misalnya: industri hasil
pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil kehutanan.
b. Industri nonekstraktif, yaitu industri
yang bahan bakunya berasal dari hasil industri lain. Industri ini terdiri
atas dua macam, yaitu:
1) Industri reproduktif merupakan industri yang
bahan bakunya berasal dari alam, tetapi pemanfaatannya harus ada usaha
tertentu (proses alam) atau selalu adanya pergantian baru dalam produk.
2)
Industri manufaktur merupakan industri yang mengolah bahan baku yang hasilnya
untuk keperluan sehari-hari atau digunakan oleh industri yang lain.
Misalnya:, industri kayu lapis, industri pemintalan, dan industri kain.
c. Industri fasilitatif, yaitu
industri yang menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain, Misalnya:
perbankan, perdagangan, angkutan, dan pariwisata.
2. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Tenaga Kerja
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang
menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang, Misalnya: industri anyaman,
industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan. Ciri
industri rumah tangga adalah: modal yang digunakan sangat terbatas, tenaga
yang mengerjakan berasal dari anggota keluarga atau lingkungan sekitar yang
masih saudara, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah
tangga itu sendiri atau anggota keluarganya.
b. Industri kecil, yaitu industri yang
tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Misalnya: industri
genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan. Ciri industri
kecil adalah: modal yang digunakan relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar dan umumnya masih
ada hubungan saudara.
c. Industri sedang, yaitu industri yang tenaga
kerjanya berjumlah sekitar 20 sampai 99 orang. Misalnya: industri konveksi,
industri bordir, dan industri keramik. Ciri industri sedang adalah: modal
yang digunakan cukup besar, tenaga kerja yang digunakan harus memiliki keterampilan
tertentu, dan pimpinan perusahaan harus memiliki kemapuan manajerial
tertentu..
d. Industri besar, yaitu industri dengan
jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Misalnya: industri tekstil,
industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang. Ciri
industri besar adalah: modal yang digunakan sangat besar yang dihimpun secara
kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja yang digunakan harus
memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji
kemapuan dan kelayakan (fit and profer test).
3. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Produksi yang Dihasilkan
a. Industri primer, yaitu industri yang
menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut.
Barang atau benda yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau digunakan
secara langsung. Misalnya: industri anyaman, industri konveksi, industri
makanan dan minuman.
b. Industri sekunder, yaitu industri yang
menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut
sebelum dinikmati atau digunakan. Misalnya: industri pemintalan benang,
industri ban, industri baja, dan industri tekstil.
c. Industri tertier, yaitu industri yang
hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau digunakan
baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan
yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri
angkutan, industri perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.
4. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Bahan Mentah
a. Industri pertanian, yaitu industri yang
mengolah bahan mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian. Misalnya:
industri minyak goreng, Industri gula, industri kopi, industri teh, dan
industri makanan.
b. Industri pertambangan, yaitu industri
yang mengolah bahan mentah yang berasal dari hasil pertambangan. Misalnya:
industri semen, industri baja,
industri BBM (bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis..
c.
Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat
mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan. Misalnya:
industri perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata, industri
transportasi, industri seni dan hiburan.
5. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Orientasi Usaha
a. Industri berorientasi pada pasar (market
oriented industry), yaitu industri yang didirikan berdasarkan permintaan
pasar. Industri semacam ini harus pandai membaca keinginan dan permintaan
pasar. Di negara maju penelitian dan pengebangan produk yang sesuai
permintaan terus dilakukan secara
intensif sehingga produk yang dipasarkan dapat langsung diterima dan
kadang-kadang dapat mempengaruhi opini dan orientasi masyarakat. Misalnya:
industri kendaraan bermotor, industri alat komunikasi (hand phone),
dan industri pakaian jadi (konveksi). Di negara industri misalnya: Jepang
produk-produk industri terus berubah dan berkembang dengan pesat, kadang-kadang
model dan bentuk alat yang digunakan dapat berubah dalam waktu satu sampai
dua bulan sehingga harus ganti dengan alat yang baru. Oleh karena itu sampah
elektronik di negara maju adalah sampah yang masih aktif dan bisa dipakai
tetapi alat tersebut sudah dianggap tertinggal dan sudah ada produk yang
baru.
b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment
oriented industry), yaitu industri yang didirikan berdasarkan pada
kemampuan tenaga kerja yang tersedia. Di negara maju orientasi industri pada
penggunaan mesin-mesin automatic bahkan menggunakan robot, sedangkan
di negara berkembang orientasi industri pada penyerapan tenaga kerja (padat
karya) dan biasanya lokasi industri mendekati dengan daerah yang berpenduduk
padat.
c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply
oriented industry), yaitu industri yang didirikan berdasarkan pada sumber
daya alam yang tersedia. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat
dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat
dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang
minyak).
d. Industri berorientasi pada bahan baku,
yaitu industri yang didirikan berdasarkan pada tersedianya bahan baku yang
tersedia. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil,
industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula
berdekatan lahan tebu.
e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan
yang lain (footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat
oleh syarat-syarat lain misalnya: pada point a sampai d. Industri ini dapat
didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat
luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik,
industri otomotif, dan industri transportasi.
6. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Proses Produksi
a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya
mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya
hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya:
industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri
baja..
b. Industri hilir, yaitu industri yang
mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang
dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya:
industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri
meubeler.
7. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Barang yang Dihasilkan
a. Industri berat, yaitu industri yang
menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi lainnya. Misalnya: industri
alat-alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.
b. Industri ringan, yaitu industri yang
menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya: industri
obat-obatan, industri makanan, dan industri minuman.
8. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Modal yang Digunakan
a. Industri dengan penanaman modal dalam negeri
(PMDN), yaitu industri yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau
pengusaha nasional (dalam negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri
pariwisata, dan industri makanan dan minuman.
b. Industri dengan penanaman modal asing
(PMA), yaitu industri yang modalnya berasal dari penanaman modal asing.
Misalnya: industri komunikasi, industri perminyakan, dan industri
pertambangan.
c. Industri dengan modal patungan (join
venture), yaitu industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama
antara PMDN dan PMA. Misalnya: industri otomotif, industri transportasi, dan
industri kertas.
9. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Subjek Pengelola
a. Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola
dan merupakan milik rakyat, misalnya: industri meubeler, industri makanan
ringan, dan industri kerajinan.
b. Industri negara, yaitu industri yang
dikelola dan merupakan milik negara yang dikenal dengan istilah BUMN,
misalnya: industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri
pertambangan, industri perminyakan, dan industri transportasi..
10. Klasifikasi
Industri Berdasarkan Cara Pengorganisasian
a. Industri kecil, yaitu industri yang memiliki
ciri-ciri: modal relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari
10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan
lokasi pemasarannya masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri
kerajinan dan industri makanan ringan.
b. Industri menengah, yaitu industri yang
memiliki ciri-ciri: modal relatif besar, teknologi cukup maju tetapi masih
terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi
pemasarannya relatif lebih luas (berskala regional). Misalnya: industri
bordir, industri sepatu, dan industri mainan anak-anak.
c. Industri besar, yaitu industri yang memiliki
ciri-ciri: modal sangat besar, teknologi canggih dan modern, organisasi
teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala
nasional atau internasional. Misalnya: industri barang-barang elektronik,
industri otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.
Pengklasifikasian
industri berdasarkan SK Mentri Perindustrian No. 19/M/I/1986 yang dikeluarkan
oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan:
1. Industri Kimia
Dasar (IKD)
Industri
Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal yang besar, keahlian
yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk
kelompok IKD adalah sebagai berikut:
a. Industri kimia organik, misalnya: industri
bahan peledak dan industri bahan kimia tekstil.
b. Industri kimia anorganik, misalnya:
industri semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.
c.
Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri pestisida.
d. Industri selulosa dan karet, misalnya:
industri kertas, industri pulp, dan industri ban.
2. Industri Mesin
Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri
ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin
berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini
adalah sebagai berikut:
a. Industri mesin dan perakitan alat-alat
pertanian, misalnya: mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
b. Industri alat-alat berat/konstruksi,
misalnya: mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan motor grader.
c. Industri mesin perkakas, misalnya: mesin
bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin pres.
d. Industri elektronika, misalnya: radio,
televisi, dan komputer.
e. Industri mesin listrik, misalnya:
transformator tenaga dan generator.
f. Industri kereta api, misalnya: lokomotif dan
gerbong.
g. Industri kendaraan bermotor (otomotif),
misalnya: mobil, motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.
h. Industri pesawat, misalnya: pesawat
terbang dan helikopter.
i. Industri logam dan produk dasar, misalnya:
industri besi baja, industri alumunium, dan industri tembaga.
j. Industri perkapalan, misalnya: pembuatan
kapal dan reparasi kapal.
k. Industri mesin dan peralatan pabrik,
misalnya: mesin produksi, peralatan pabrik, the blower, dan kontruksi.
3. Aneka Industri
(AI)
Industri
ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacam-macam barang
kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai
berikut:
a. Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan
pakaian jadi.
b. Industri alat listrik dan logam,
misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan radio.
c. Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi,
sampho, tinta, plastik, obat-obatan, dan pipa.
d. Industri pangan, misalnya: minyak goreng,
terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan..
e. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya:
kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer.
4. Industri Kecil
(IK)
Industri
ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi
sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya: industri
kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah
(gerabah).
5. Industri
Pariwisata
Industri
ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata.
Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya: pertunjukan seni dan
budaya), wisata pendidikan (misalnya: peninggalan, arsitektur, alat-alat
observasi alam, dan musem geologi), wisata alam (misalnya: pemandangan alam
dipantai, pegunungan, air terjun, perkebunan, dan kehutanan), dan wisata kota
(misalnya: melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan,
restoran, hotel dan tempat hiburan).
B. Menentukan Lokasi
Industri
Lokasi
industri diperlukan untuk menekan biaya operasional/transportasi yang tinggi.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi industri,
di antaranya adalah:
1.
Bahan mentah
Bahan
mentah merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dalam kegiatan industri,
sehingga keberadaannya harus selalu tersedia dalam jumlah yang besar demi
kelancaran dan keberlanjutan proses produksi. Apabila bahan mentah yang
dibutuhkan industri, cadangannya cukup besar dan banyak ditemukan maka akan
mempermudah dan memperbanyak pilihan atau alternatif menempatkan lokasi
industri. Apabila bahan mentah yang dibutuhkan industri, cadangannya terbatas
dan hanya ditemukan di tempat tertentu saja maka akan menyebabkan biaya
operasional semakin tingi dan pilihan untuk penempatan lokasi industri
semakin terbatas.
2.
Modal
Besarnya
modal yang dimiliki oleh pengusaha dalam peoses produksi merukan hal yang
sangat penting. Hal ini kaitannya dengan jumlah produk yang akan dihasilkan,
tenaga kerja yang dibutuhkan, teknologi yang akan digunakan, dan sistem pemasaran
yang akan dilakukan.
Banyak
contoh yang dapat kita saksikan, bahwa besarnya modal yang dimiliki akan
menentukan kualitas dan keberlajutan proses produksi. Sehingga pada umumnya
industri yang sedang beroperasi selalu mencari peluang untuk menambah modal
baik melalui pinjaman modal dalam negeri (PMDN) maupun pinjaman modal dari
luar generi (PMA).
3.
Tenaga kerja
Tenaga
kerja merupakan tulang punggung dalam menjaga kelancaran proses produksi,
oleh karena ketersediaan tenaga kerja baik jumlah maupun keahliannya harus
menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi industri.
Masalah
tenaga kerja di negara kita masih menjadi agenda pemerintah dalam
memberdayakannya, karena banyak sektor/kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja
tetapi tidak dapat diisi karena kualifikasi pencari kerja tidak sesuai dengan
yang dibutuhkan. Selain masalah tersebut, sistem upah kerja masih belum
sesuai dengan ketentuan karena banyak perusahaan yang belum mampu membayar
upah pekerja sesuai dengan upah minimum regional (UMR) yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu ada sebagian kelompok masyarakat yang mencoba mencari
pekerjaan di luarnegeri yang dikenal dengan istilah tenaga kerja Indonesia
(TKI).
4.
Sumber energi
Sumber
energi merupakan tenaga untuk menggerakkan mesin-mesin produksi, sehingga
keberadaannya sangat dibutuhkan dan mempengaruhi keberlangsungan kegiatan
industri. Cukup banyak sumber energi yang dapat kita gunakan mulai dari
sumber energi yang konvensional sampai pada sumber energi yang berteknologi
tinggi. Sumber energi tersebut misalnya: kayu bakar, air terjun, arus
laut/gelombang, angin, sinar matahari, bahan baka fosil (batubara, minyak
bumi, dan gas alam), serta tenaga atom/nuklir.
Kemampuan
untuk merekayasa energi tersebut masih belum optimal sehingga banyak sumber energi
yang terbuang dan tidak dimanfaatkan. Pemenuhan sumber energi saat ini masih
mengandalkan pada energi fosil yang sifatnya tidak dapat diperbaharui,
sehingga cadangnnya semakin tipis dan suatu saat akan habis. Sumber energi
fosil sebetulnya kurang baik dan merusak lingkungan karena menghasilkan CO2
yang dapat menyebabkan pemanasan global.
Mesin-mesin
produksi yang dikembangkan saat ini umumnya didesain untuk menggunakan sumber
energi fosil atau BBM (solar, premium, premix, minyak diesel, kerosin, dan yang
lainnya), sehingga harga BBM akan menentukan biaya operasional produksi dan
pada gilirannya akan menentukan harga jual produk dan upah kerja. Oleh karena
itu perlu pemikiran agar orientasi penggunaan energi beralih ke sumber energi
yang lain dan ramah lingkungan misalnya energi matahari.
5.
Transportasi
Sarana
trnasportasi merupakan penunjang kegiatan industri yang sangat penting,
karena transportasi yang lancar dan baik akan menjamin pasokan bahan baku
untuk proses industri dan juga akan menjamin distribusi pemasaran produk yang
dihasilkan. Sarana transportasi yang dapat digunakan untuk kegiatan industri
diantaranya adalah transportasi darat (kereta api dan kendaraan roda empat
atau lebih), transportasi laut (kapal laut), dan transportasi udara (kapal
terbang).
Penggunaan
transportasi darat yang banyak digunakan di negara kita masih didominasi oleh
angkutan kendaraan roda empat atau lebih (mobil truk). Penggunaan sarana
angkutan ini kurang menguntungkan, karena: kemampuan angkut terbatas,
penggunaan bahan bakar terlalu banyak, polusi udara yang dihasilkan lebih
tinggi, dan pemeliharaan jalan yang rusak menjadi lebih tinggi. Walaupun
demikian masih ada sisi positifnya yaitu tenaga kerja yang dapat diserap
lebih banyak. Sehingga perlu pemikiran penggunan sarana transportasi masal
(kereta api) untuk mengurangi kepadatan arus lalulintas dan efisiensi bahan
bakar fosil di masa mendatang.
6. Pasar
Pasar
sebagai komponen yang sangat penting dalam mempertimbangkan lokasi industri,
karena pasar sebagai sarana untuk memasarkan/menjual produk yang dihasilkan.
Lokasi pasar ada kaitannya dengan lokasi pemukiman atau pusat penduduk,
karena pada hakekatnya pasar adalah tempat untuk memenuhi semua kebutuhan
hidup penduduk melalui transaksi jual beli.
Lokasi pasar biasanya terletak di lokasi yang satrategis dan mudah
dijangkau oleh masyarakat.
Produk
yang dihasilkan harus mempertimbangkan kebutuhan pasar agar segala sesuatu
yang dipasarkan dapat diterima dan diperlukan oleh konsumen, oleh karena itu
kecerdasan dalam membaca kebutuhan pasar sangat diperlukan dalam rangka
pengembangan industri di masa mendatang.
7.
Teknologi yang digunakan
Teknologi
yang digunakan juga ikut berperan dalam menentukan lokasi industri.
Penggunaan teknologi yang kurang tepat guna dapat menghambat jalannya suatu
kegiatan industri.
Penggunaan
teknologi yang disarankan untuk pengembangan industri di masa mendatang
adalah industri yang: memiliki tingkat pencemaran (air, udara, dan
kebisingan) yang rendah, hemat air, hemat bahan baku, dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Bahkan pasar internasional sudah mensyaratkan
penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan sumberdaya sebagai salah satu
syarat agar produknya dapat di terima di pasaran internasional melalui ISO
9000 dan ISO 14000.
8. Perangkat
hukum
Perangkat
hukum dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan sangat penting demi
menjamin kepastian berusaha dan kelangsungan industri, antara lain: tata
ruang, fungsi wilayah, upah minimum regional (UMR), perizinan, sistem
perpajakan, dan keamanan. Termasuk jaminan keamanan dan hukum penggunaan
bahan baku, proses produksi, dan pemasaran.
Peraturan
dan perundang-undangan harus menjadi pegangan dalam melaksanakan kegiatan
industri, karena menyangkut modal yang dugunakan, kesejahteraan tenaga kerja,
dan dampak negatif (limbah) yang ditimbulkan.
9.
Kondisi lingkungan
Faktor
lingkungan yang dimaksud adalah sumber air, iklim, dan rawan bencana (banjir,
gempa, dan longsor). Pada awalnya dalam menentukan lokasi industri hanya
mempertimbangkan asal jauh dari pemukiman dengan pemikiran agar limbah yang
dihasilkan tidak merugikan masyarakat. Tetapi setelah ditelaah lebih
mendalam, ternyata limbah yang dihasilkan dan dibuang ke alam, walaupun
jaraknya jauh dari pemukiman manusia akan tetap berdampak pada masyarakat
juga.
Kesembilan
persyaratan tersebut, kemungkinannya sangat sulit untuk dipenuhi secara
ideal, namun dari kesembilan persyaratan tersebut dicari yang paling banyak
menunjang, dan harus disiapkan untuk mengatasi dari kekurang yang tidak dapat
dipenuhi sebagai beban operasional yang harus dikeluarkan. Misalnya suatu
industri kadang-kadang lebih dekat dengan lokasi bahan baku, tetapi agak jauh
dengan lokasi pemasaran, atau sebaliknya.
Pertimbangan
utama dalam menentukan alternatif lokasi industri adalah pada biaya
operasioanal dan biaya transportasi yang rendah, sehingga secara ekonomi
masih menguntungkan. Beberapa teori yang banyak digunakan dalam menentukan
lokasi (industri dan lokasi lainnya), adalah sebagai berikut:
1. Theory of
industrial location (teori lokasi industri) dari Alfred Weber.
2. Theory of optimal
industrial location (teori lokasi industri optimal) dari Losch.
3. Theory of weight
loss and transport cost (teori susut dan ongkos transport ).
4. Model of gravitation
and interaction (model gravitasi dan interaksi) dari Issac Newton dan Ullman.
5. Theory of cental
place (teori tempat yang sentral) dari Walter Christaller.
1.
Theory of industrial location (teori lokasi industri) dari Alfred
Weber.
Teori
ini dimaksudkan untuk menentukan suatu lokasi industri dengan
mempertimbangkan risiko biaya atau ongkos yang paling minimum. Dengan asumsi
sebagai berikut:
a)
Wilayah yang akan dijadikan lokasi industri
memiliki: topografi, iklim dan penduduknya relatif homogen.
b)
Sumber daya atau bahan mentah yang dibutukan cukup
memadai.
c)
Upah tenaga kerja didasarkan pada ketentuan tertentu
seperti upah minimum regional (UMR).
d)
Hanya ada satu jenis alat transportasi.
e)
Biaya angkut ditentukan berdasarkan beban dan jarak
angkut.
f)
Terdapat persaingan antar kegiatan industri.
g)
Manusia yang ada di daerah tersebut masih berpikir
rasional.
Persyaratan
tersebut jika dipenuhi, maka teori lokasi industri dari Alfred Weber dapat
digunakan. Weber menggunakan tiga faktor (variabel penentu) dalam analisis
teorinya, yaitu titik material, titik konsumsi, dan titik tenaga kerja.
Ketiga titik (faktor) tersebut diukur dengan ekuivalensi ongkos transport.
Berdasarkan
asumsi seperti tersebut di atas, maka penggunaan teori Weber seperti pada
gambar berikut ini.
Gambar: (a) (b) (c)
Keterangan:
M = pasar
R1,
R2 = bahan baku
P = lokasi biaya terendah.
Gambar (a): apabila biaya angkut hanya didasarkan
pada jarak.
(b): apabila biaya angkut bahan baku lebih mahal dari pada hasil industri.
(c): apabila biaya angkut bahan
baku lebih murah dari pada hasil industri.
2. Theory of optimal industrial
location (teori lokasi industri optimal) dari Losch.
Teori ini didasarkan pada permintaan
(demand) sehingga dalam teori ini diasumsikan bahwa lokasi optimal dari suatu
pabrik atau industri adalah apabila dapat menguasai wilayah pemasaran yang
luas sehingga dapat dihasilkan pendapatan paling besar.
Untuk
membangun teori ini, Losch juga berasumsi bahwa pada suatu tempat yang
topografinya datar atau homogen, jika disuplai oleh pusat (industri) volume
penjualan akan membentuk kerucut. Semakin jauh dari pusat industri semakin
berkurang volume penjualan barang karena harganya semakin tinggi, akibat dari
naiknya ongkos transportasi. Berdasarkan teori ini setiap tahun pabrik akan
mencari lokasi yang dapat menguasai wilayah pasar seluas-luasnya. Di samping
itu, teori ini tidak menghendaki pendirian pabrik-pabrik secara merata dan
saling bersambung sahingga berbentuk heksagonal, hal ini akan menyebabkan
harganya semakin turun/murah.
3. Theory of weight loss and transport
cost (teori susut dan ongkos transport ).
Teori
ini didasarkan pada hubungan antara faktor susut dalam proses pengakutan dan
ongkos transport yang harus dikeluarkan, yaitu dengan cara mengkaji
kemungkinan penempatan industri di tempat yang paling menguntungkan secara
ekonomi. Suatu lokasi dinyatakan menguntungkan apabila memiliki nilai susut
dalam proses pengangkutan yang paling rendah dan biaya transport yang paling
murah. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa:
a.
Makin besar angka rasio susut akibat pengolahan,
maka makin besar kemungkinan untuk penempatan industri di daerah sumber bahan
mentah (bahan baku), dengan catatan faktor yang lainnya sama.
b.
Makin besar perbedaan ongkos transport antara bahan
mentah dan barang jadi, maka makin besar kemungkinan untuk menempatkan
industri di daerah pemasaran.
4. Model of gravitation and
interaction (model gravitasi dan interaksi) dari Issac Newton dan Ullman.
Teori
ini didasarkan pada asumsi bahwa tiap massa mempunyai gaya tarik (gravitasi)
untuk berinteraksi di tiap titik yang ada di region yang saling melengkapi
(regional complementarity), kemudian memiliki kesempatan berintervensi (intervening
opportunity), dan kemudahan tansfer atau pemindahan dalam ruang (spatial
transfer ability).
Teori
ini menekankan pada kekuatan hubungan ekonomi (economic connection) antara
dua tempat yang dikaitkan dengan jumlah penduduk dan jarak antara tempat-tempat
tersebut. Makin besar jumlah penduduk pada kedua tempat maka akan makin besar
interaksi ekonominya. Sebaliknya, makin jauh jarak kedua tempat, maka
interaksi yang terjadi semakin kecil. Untuk menggunakna teori ini perhatikan
rumus berikut.
I = P1 P2
d2
Keterangan:
I = gaya tarik
menarik diantara kedua region.
d = jarak di antara
kedua region.
P = jumlah penduduk
masing-masing region.
5. Theory of cental place
(teori tempat yang sentral) dari Walter Christaller.
Teori ini didasarkan pada konsep range
(jangkauan) dan threshold (ambang). Range (jangkauan) adalah
jarak tempuh yang diperlukan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan
masyarakat, sedangkan threshold (ambang) adalah jumlah minimal anggota
masyarakat yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan suplai barang.
Teori
ini akan lebih tepat jika digunakan untuk daerah pedataran dimana tiap lokasi
memiliki peluang yang sama untuk berkembang. Contoh sebuah daerah pedataran
yang luas yang dihuni oleh penduduk secara merata. Untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat tentu memerlukan berbagai barang dan jasa seperti: pakan
(makan dan minum), papan (rumah dan perabotannya), sandang (pakaian dan
asesorisnya), pendidikan, dan kesehatan. Lokasi yang menyediakan barang dan
jasa tersebut hanya ada pada tempat tertentu saja, sehingga ada jarak antara
tempat tinggal dengan lokasi penyedia barang dan jasa. Jarak tempuh dari
tempat tinggal menuju pusat penyediaan barang atau jasa disebut range.
Persaingan
dalam penyediaan barang dan jasa tidak akan cukup dengan mengandalkan pada
kualitas barang atau jasa layanan yang terbaik, melainkan lokasi yang dapat
dan mudah dijangkau oleh konsumen (masyarakat) harus menjadi perhatian.
Untuk
menerapka teori ini diperlukan
beberapa syarat diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Topografi atau keadaan bentuk permukaan
bumi dari suatu wilayah relatif seragam sehingga tidak ada bagian yang
mendapat pengaruh lereng atau pengaruh alam lain dalam hubungannya dengan
jalur angkutan.
b) Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk
relatif homogen.
Penentuan
lokasi industri sebagaimana telah diuraikan sebelumnya memiliki beberapa
alternatif atau kecenderungan yang didasarkan pada orientasi faktor-faktor
produksi yang tersebar di berbagai lokasi.
1. Industri yang cenderung ditempatkan di
lokasi bahan baku
Industri
yang cenderung ditempatkan di lokasi bahan baku adalah industri yang
membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang cukup besar, bahan baku yang digunakan tidak rusak/utuh,
dan bahan baku yang diolah banyak mengalami penyusutan sehingga meringankan
biaya pengangkutan.
Pertimbangan
yang digunakan untuk menempatkan industri yang berorientasi pada bahan baku,
di antaranya adalah:
a)
Industri yang mengolah bahan baku yang cepat rusak
atau busuk, misalnya: industri daging, industri ikan, industri bunga, dan
industri susu.
b)
Industri yang mengolah bahan baku dalam jumlah besar
atau barang curahan (bulk goods) dan biaya angkutannya cukup mahal,
misalnya: industri kina, industri kayu, dan industri pengolahan minyak bumi.
Industri kelompok ini memiliki perbandingan kehilangan berat (weight loss)
mencapai 75% atau lebih.
c)
Memiliki ketersedian bahan mentah yang cukup besar.
d)
Biaya pengangkutan bahan mentah lebih mahal daripada
biaya pengangkutan barang jadi.
e) Volume produksi
lebih kecil dari bahan mentah karena adanya penyusutan.
2. Industri yang cenderung ditempatkan di
daerah pemasaran
Industri
yang cenderung ditempatkan di daerah pemasaran adalah industri yang biasanya
tidak mengalami kesulitan dalam penggunaan bahan baku atau mudah diperoleh di
daerah sekitarnya. Misalnya: industri perakitan, industri makanan, dan
industri konveksi.
Pertimbangan
yang digunakan untuk menempatkan industri yang berorientasi pada daerah
pemasaran, di antaranya adalah:
a)Jika dalam pembuatan barang
industri, perbandingan kehilangan (susut) berat mencapai nol persen, biaya
angkut untuk barang jadi lebih mahal dari pada biaya angkut untuk barang
mentah. Misalnya: industri roti karena setelah diolah beratnya tidak berbeda
dengan bahan mentahnya.
b)
Jika bahan mentah/baku mudah diperoleh. Misalnya:
industri botol minuman, karena air bersih dianggap mudah diperoleh.
c)Jika barang yang dihasilkan
memerlukan ongkos tinggi karena ukurannya relatif lebih besar. Misalnya:
industri peti dan industri mebel.
d)
Jika barang yang dihasilkan selalu mengalami
perubahan yang cepat karena kaitannya dengan model dan mode yang sedang
berkembang. Misalnya industri konveksi.
e)Jika Biaya angkut barang
jadi lebih mahal dari pada biaya angkut bahan mentah/baku.
f) Jika Produksi yang
dihasilkan mudah rusak dan tidak tahan lama.
g)
Jika barang yang dihasilkan memerlukan pemasaran
yang luas.
h)
Jika bahan baku yang digunakan tahan lama.
3. Industri yang cenderung ditempatkan di
pusat-pusat konsentrasi penduduk
Industri
yang cenderung ditempatkan di pusat-pusat konsentrasi penduduk adalah
industri yang memerlukan tenaga kerja yang banyak, industri ini bersifat
padat karya. Industri ini biasanya berlokasi di tempat pemusatan tenaga kerja
terutama tenaga kerja yang murah dan terampil.
4. Industri yang cenderung ditempatkan di
lokasi sumber tenaga/energi
Industri
yang cenderung ditempatkan di lokasi sumber tenaga/energi adalah industri
yang banyak memerlukan sumber tenaga (listrik, minyak bumi, batubara, gas,
dan air). Misalnya: industri peleburan baja/ besi, industri pembangkit
listrik tenaga air (PLTA), dan industri pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
5. Industri yang cenderung ditempatkan
dengan orientasi pada biaya pengangkutan
Industri
yang cenderung ditempatkan dengan orientasi pada biaya pengangkutan adalah
industri yang memerlukan sarana atau jaringan transportasi yang mudah dan
baik, sehingga tidak mengganggu jalur pemasaran. Industri ini biasanya
industri yang memerlukan bahan mentah, pengolahan, dan pemasaran pada satu
tempat yang sama. Misalnya: industri air kemasan atau air karbonasi.
6. Industri yang berorientasi pada modal
Industri
yang berorientasi pada modal adalah industri yang biasanya memiliki produksi
yang besar dan sangat vital secara ekonomis, dan memiliki pasar yang luas
serta strategis untuk menarik modal asing. Misalnya industri farmasi dan
alat-alat kesehatan.
7.
Industri yang berorientasi pada teknologi
Industri
yang berorientasi pada teknologi adalah industri yang membutuhkan tenaga
kerja dengan keahlian khusus dan terdidik, serta telah menerapkan teknologi
adaptif. Misalnya: industri pertanian, industri perikanan, industri
pariwisata, dan industri perhotelan.
8.
Industri yang berorientasi pada peraturan dan perundang-undangan
Industri
yang berorientasi pada peraturan dan perundang-undangan adalah industri yang
memerlukan kemudahan dalam perizinan dan sistem perpajakan. Misalnya relokasi
industri negara maju ke negara-negara berkembang umumnya sangat memperhatikan
orientasi peraturan perizinan dan perpajakan. Jika izin mereka agak
dipersulit dan terlalu mahal pajaknya, maka negara maju tersebut tidak akan
mendirikan industri di negara berkembang.
9. Industri yang berorientasi pada
lingkungan
Industri
yang berorientasi pada lingkungan adalah industri yang tidak merusak
lingkungan, dengan cara menggunakan teknologi atau proses industri yang ramah
lingkungan. Cirinya hemat bahan baku dan sumber energi, serta tidak mencemari
lingkungan, tetapi memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
C. Faktor Penyebab Gejala Aglomerasi Industri.
Akibat
adanya keterbatas dalam pemilihan lokasi ideal, maka sangat dimungkinkan akan
munculnya pengelompokkan atau pemusatan atau terkonsentrasinya industri pada
suatu wilayah tertentu yang disebut dengan istilah aglomerasi industri.
Misalnya industri garmen, industri konveksi, dan industri kerajinan dibangun
di suatu tempat yang berdekatan dengan pusat pemukiman penduduk.
Pemusatan
industri dapat terjadi pada suatu tempat terkonsentrasinya beberapa faktor
yang dibutuhkan dalam kegiatan industri misalnya: bahan mentah, energi,
tenaga kerja, pasar, kemudahan dalam perizinan, pajak yang relatif murah, dan
penanggulangan limbah merupakan pendukung aglomerasi industri.
Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, maka penyebab terjadinya aglomerasi industri antara
lain oleh:
1.
Terkonsentrasinya beberapa faktor produksi yang
dibutuhkan pada suatu lokasi.
2.
Kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada salah
satu faktor produksi tertentu.
3.
Adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang
disesuaikan dengan tata ruang dan fungsi wilayah.
4.
Adanya kesamaan kebutuhan sarana, prasarana, dan
bidang pelayanan industri lainnya yang lengkap.
5.
Adanya kerja sama dan saling membutuhkan dalam
menghasilkan suatu produk.
Aglomerasi
industri yang muncul di suatu kawasan, dapat diakibat oleh faktor alamiah dan
dapat juga diakibatkan secara disengaja dengan perencanaan yang matang.
Aglomerasi industri yang terbentuk secara alamiah apabila pemusatannya
diakibatkan oleh secara kebetulan karena lokasi tersebut memiliki beberapa
faktor yang menunjang dan dibutuhkan dalam proses perkembangan industri.
Sedangkan aglomerasi yang terbentuk karena disengaja berdasarkan hasil perencanaan
tata ruang yang dilengkapi berbagai kebutuhan yang menunjang dalam proses
perkembangan industri.
Model
aglomerasi industri yang berkembang akhir-akhir ini dapat diketegorikan
menguntungkan, diantaranya adalah: (1) mengurangi pencemaran atau kerusakan
lingkungan, karena terjadi pemusatan kegiatan sehingga memudahkan dalam
penanganannya, (2) mengurangi kemacetan di perkotaan, karena lokasinya dapat
disiapkan di sekitar pinggiran kota, (3) memudahkan pemantauan dan
pengawasan, terutama industri yang tidak mengikuti ketentuan yang telah
disepakati, (4) tidak mengganggu rencana tata ruang, (5) dapat menekan biaya
transportasi dan biaya produksi serendah mungkin..
Model
aglomerasi industri yang berkembang akhir-akhir ini dapat dikategorikan
merugikan, diantaranya adalah: (1) terjadi kerusakan lingkungan karena beban
lingkungan yang terlalu tinggi, (2) terjadi pengurasan sumberdaya alam
tertentu akibat pemanfaatan oleh semua industri yang ada di lokasi tersebut,
misalnya: air tanah, air bersih, dan kebutuhan udara bersih.(3) penetaan
lingkungan yang kurang ideal bagi sebagian tenaga kerja yang tinggal di
daerah sekitarnya, (4) muncul berbagai penyakit akibat limbah yang dibuang,
misalnya: sesak napas, gatal, ISPA (Iritasi Saluran Pernapasan bagian Atas),
dan penyakit lainnya.
Dalam
aglomerasi industri dikenal istilah kawasan industri atau sering disebut industrial
estate, yaitu suatu kawasan atau tempat pemusatan kegiatan industri
pengolahan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana, misalnya: lahan dan
lokasi yang strategis. Selain itu, terdapat pula fasilitas penunjang lain,
misalnya: listrik, air, telepon, jalan, dan tempat pembuangan limbah, yang
telah disediakan oleh perusahaan pengelola kawasan industri.
Kawasan
berikat (Bonded zone) merupakan suatu kawasan dengan batas tertentu di
dalam wilayah pabean yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang
pabean. Ketentuan tersebut antara lain mengatur lalu lintas pabean dari luar
daerah atau dari dalam pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan
bea cukai atau pungutan negara lainnya, sampai barang tersebut dikeluarkan
untuk tujuan impor atau ekspor.
Kawasan
berikat memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan, penimbunan, dan
pengolahan barang yang berasal dari dalam atau luar negeri. Contoh kawasan
berikat, yaitu PT Kawasan Berikat Indonesia meliputi Tanjung Priok, Cakung,
dan Batam.
Sehubungan
dengan kawasan berikat, juga terdapat istilah industri berikat (Industrial
Linkage), yaitu beberapa industri yang memiliki keterikatan ke dalam suatu
industri utama. Keterikatan antara satu industri dengan industri lainnya
dapat terjalin dari elemen-elemen (lahan, modal, mesin, tenaga kerja,
informasi, pasar, transportasi, dan unsur lainnya) yang terkait dengan
pengoperasian industri. Sedikitnya ada empat jenis keterkaitan yang
menyebabkan terjadinya industri berikat, yaitu:
1. Keterkaitan produk.
2. Keterkaitan jasa,
3. Keterkaitan proses,
4. Keterkaitan subkontrak,
Sebagai
salah satu contoh adanya industri berikat adalah Industri Garmen yaitu sebagai
industri utamanya, kemudian industri tersebut akan dikelilingi oleh
industri-industri lainnya yang berfungsi sebagai penunjang, misalnya:
industri tekstil, industri kancing, reslasting, dan asesoris lainnya. dengan
adanya keterkaitan antara industri yang berada pada suatu tempat tidak hanya
dapat menekan biaya transport, tetapi juga dapat mendukung pertumbuhan dan
keberlangsungan industri-industri tersebut.
Rasio Susut dan Ongkos Transport
dalam Empat Kasus
Suatu industri mengolah R1
da R2. keduanya mengalami susut 50%. Setiap tahunnya diperlukan masing-masing
bahan mentah 2000 ton.
Jarak:
SR1 - M = 100 km
SR2 - M = 100 km
SR1 - SR2 = 100 km
M - X = 87 km
a.
Jika industri ditempatkan
di M, maka ongkos transport yang dikeluarkan/tahun:
R1 = 2000 ton x 100 km = 200.000 ton-km
R2 = 2000 ton x 100 km = 200.000 ton-km
Jumlah = 400.000 ton/km
b.
Jika industri ditempatkan
di SR1, maka ongkos transport yang dikeluarkan/tahun:
R2 = 2000 ton x 100 km = 200.000 ton-km
P = 2000 ton x 100 km = 200.000
ton-km
Jumlah = 400.000 ton-km
c.
Jika industri ditempatkan
di X, maka ongkos transport yang dikeluarkan/tahun:
R1 = 2000 ton x 50 km = 100.000
ton-km
R2 = 2000 ton x 50 km = 100.000
ton-km
P = 2000 ton x 87 km = 174.000 ton-km
Jumlah = 374.000 ton-km
D.
Hubungan Sarana Transportasi dengan Aglomerasi Industri
Sarana
transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Manusia sebagia makhluk dinamis senantiasa terus bergerak dan berusaha, dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik usaha untuk memenuhi kebutuhan
materil dan sosial, bahkan untuk memenuhi rasa ingin tahu tentang sesuatu.
Pada
awal kehidupan manusia, ruang gerak manusia dari satu tempat ke tempat
lainnya hanya untuk memenuhi kebutuhan primer saja (makan dan minum) melalui
kegiatan berburu, meramu, dan sistem pertanian berpindah-pindah (nomad).
Kebiasaan ini berjalan cukup lama dan terus turun temurun dari generasi ke
generasi berikutnya. Proses kehidupan tersebut merupakan pendidikan dan
pembelajaran seiring dengan terus meningkatnya jumlah populasi manusia dan
terus meningkatnya kebutuhan hidup.
Untuk
memenuhi kebutuhan hidup pada kondisi jumlah penduduk yang semakin padat,
maka mulai ditemukan berbagai temuan baru, yang berdampak pada berkembangnya
teknologi dan pesatnya pertumbuhan jumlah manusia di permukaan bumi ini.
Kebutuhan hidup manusia terus semakin meningkat dan beragam kebutuhan yang
harus dipenuhi. Oleh karena pemenuhan hidupnya tidak dapat lagi dibuat
sendiri secara alamiah. Melainkan harus diciptakan melalui percepatan
pemenuhan kebutuhan dengan berbagai alat dan keahlian.
Percepatan
tersebut tidak mungkin dapat dilakukan sendiri, melainkan melalui proses
belajar dan tukar menukar pengalaman dengan masyarakat yang lainnya. Untuk
menunjang proses percepatan tersebut harus ditunjang dengan sarana
transportasi yang memadai.
Perkembangan
sarana transportasi dari waktu ke waktu terus berubah ke arah yang semakin
cepat dan semakin baik. Mulai dari berjalan kaki dengan mengangkut beban dari
satu lokasi ke lokasi yang lain, kemudian berubah dengan menggunakan kayu
yang dihanyutkan lewat sungai dengan mengakut beban dari suatu wilayah ke
wilayah yang lain, kemudian berkembang menggunakan roda kayu yang ditarik
dengan mengangkut beban pindah dari suatu lokasi ke lokasi yang lain.
Pemikiran masyarakat pada masa itu tidak pernah mengira bahwa pada suatu saat
sarana transportasi akan berkembang dengan pesat mulai dari kecepatannya yang
luar biasa sampai pada daya angkut yang dapat dibawa dalam jumlah yang sangat
besar.
Aktivitas
ekonomi sekarang ini, baik yang berhubungan dengan pertanian, perdagangan,
jasa, maupun industri kelangsungannya tidak terlepas dari transportasi. Di
negara-negara maju, misalnya: di Eropa dan Amerika, lengkapnya sarana dan
prasarana transportasi telah mendukung keberhasilan sebagai negara-negara
industri. Pada negara-negara yang hanya memiliki beberapa jalan raya,
pertukaran barang terjadi dalam skala kecil dan kebanyakan merupakan produk
lokal. Seandainya, sarana dan prasarana transportasi dikembangkan, keuntungan
akibat pertukaran barang dapat ditingkatkan. Sebagai contoh di Prancis, awal
mulanya kebanyakan petani menanam anggur karena dianggap lebih berharga dan
sangat menguntungkan, sedangkan kebutuhan akan gandum lebih baik didatangkan
dari negara lain. Dengan demikian, transportasi merupakan fasilitas yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk menggerakkan dan menunjnag
aktivitas masyarakat, barang, dan jenis lainnya yang dianggap berharga oleh
masyarakat dari suatu tempat ke tempat lainnya. Keberadaan transportasi di
permukaan bumi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan keadaan populasi
penduduk. Hal ini, dapat dilihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk di
suatu tempat, pergerakan (mobilitas) pun semakin kompleks di tempat
tersebut..
Beberapa
alasan yang menyebabkan berkembangkan sistem transportasi dari waktu ke
waktu, diantaranya adalah:
1. Sumberdaya alam yang tersedia
tidak tersebar secara merata. Sehingga terjadi pergerakan manusia untuk
mencari dan mencapai lokasi sumberdaya alam yang dibutuhkan.
2. Jumlah dan penyebaran penduduk
dari satu tempat ke tempat lainnya tidak sama. Sehingga terjadi saling
membutuhkan dan dibutuhkan diantara penduduk yang satu dengan penduduk yang
lainnya.
3. Adanya perbedaan kualitas dan
kemampuan masyarakat. Sehingga ada sekelompok masyarakat yang memiliki
teknologi yang tinggi dan ada pula sekelompok masyarakat yang teknologinya
masih konvensional.
4. Adanya perbedaan kemampuan
mengelola lahan, sehingga adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi masyarakat,
yang saling membutuhkan sarana transportasi untuk menunjang kehidupannya.
Kemajuan
alat transportasi yang kita rasakan saat ini, hampir semua wilayah dimuka
bumi dapat dijangkau, sehingga tidak ada satu tempat pun yang terisolir.
Mengapa ilmu geografi mempelajari transportasi? Transportasi sebagai satu
kesatuan antara aspek alam (iklim, morfologi, keadaan tanah, dan struktur
geologi) dan aspek manusianya (aktivitas ekonomi, politik, dan teknologi).
Kedua aspek tersebut saling mengisi dan membentuk alat transportasi yang
sangat dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan hidup di muka bumi ini.
Selain
oleh faktor transportasi, faktor aglomerasi industri yang sekarang sedang
berkembang, juga dipengaruhi oleh inovasi teknologi dan globalisasi ekonomi.
Akibat globalisasi akan berkembang kota-kota global yang bukan hanya
diperhitungkan berdasarkan untung-rugi secara ekonomi, tetapi juga
untung-rugi aspek politik dan sosial ekonomi penduduk. Kebijakan pemerintah
dalam meningkatkan fungsi politik dan ekonomi terhadap kawasan industri
mempengaruhi pemilihan lokasi aglomerasi industri.
Di
Indonesia, fenomena kota global terjadi di Jakarta Metropolitan. Industri
sektor keuangan dan perdagangan terpadu dalam kapitalisasi global. ruang
digunakan dengan cepat dalam perkembangan kota baru, akibatnya tanah
pertanian beralih ke dalam penggunaan perkotaan karena banyak kawasan
perumahan di pusat kota berubah menjadi pusat niaga, hotel-hotel, berbagai
apartemen dengan bangunan tinggi, perkantoran, dan sebagainya.
Jakarta
berkembang menjadi kota dengan pusat berganda, lokasi-lokasi pembangunan kota
baru dan kawasan perumahan di Jabotabek ditempatkan sesuai dengan kebijakan
pemerintah agar dapat diupayakan keteraturan tata ruangnya.
Berdasarkan
uraian tersebut maka alam sangat berpengaruh terhadap keberadaan jaringan
transportasi, baik darat, laut, maupun udara. Adanya transportasi
memungkinkan hubungan antardaerah, hubungan antar-hinterland dan foreland,
serta menimbulkan dampak terhadap sosial ekonomi penduduk dan pengguna lahan.
Sarana transportasi dapat dijadikan alat untuk membuka keterisolasian suatu
wilayah atau daerah.
Keberadaan
alat transportasi tidak dapat lepas dari pengaruh oleh berbagai faktor
geografi diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Kondisi cuaca
Kondisi
cuaca berpengaruh sangat besar pada kelancaran transportasi, terutama transportasi
laut dan udara. Adanya badai topan, kabut, hujan, salju, maupun asap tebal
memungkinkan terganggunya penerbangan dan pelayaran yang akan dilakukan. Di
daerah yang memiliki curah hujan tinggi mengakibatkan pemeliharaan jalan raya
dan kereta api menjadi lebih tinggi karena jalan akan cepat rusak akibat
aliran air dan banjir. Bahkan fenomena perubahan fungsi jalan di waktu hujan
sebagai sungai merupakan fenomena yang sering terjadi, akibat tidak
disiplinnya masyarakat dalam membersihkan saluran air dan membuang sampah
tidak pada tempatnya.
2. Kondisi batuan
Kondisi
batuan di tiap wilayah berbeda-beda, ada wilayah yang memiliki kondisi batuan
yang stabil dan ada juga daerah yang memiliki kondisi batuan yang tidak
stabil. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kestabilan jalan. Jalan yang
berada di daerah labil cenderung cepat rusak, sedangkan jalan yang berada di
daerah yang stabil cenderung lebih awet. Hal ini akan mengakibatkan tingginya
biaya pemeliharaan dan perbaikan jalan.
3. Keadaan Morfologi
Keberadaan
morfologi suatu daerah sangat berpengaruh pada sarana transportasi darat.
Misalnya: di daerah perbukitan sampai pegunungan yang selalu labil dan
berkelok-kelok akan mengakibatkan pembuatan dan pemeliharaannya jalan menjadi
mahal. Selain itu, diperlukan prasarana lain, misalnya: jembatan dan
terowongan. Begitu juga keberadaan morfologi dasar laut sangat berpengaruh
pada kecepatan kapal, besarnya muatan kapal dan pembuatan dermaga atau
pelabuhan.
4. Faktor Sosial
Keberadaan
dan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi pada dasarnya merupakan
tuntutan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, misalnya:
bepergian ke tempat kerja, sekolah, belanja, hubungan sosial, bisnis,
rekreasi, dan lain-lain. semua itu, melahirkan tuntunan adanya jalan,
angkutan dan rute-rute kendaraan yang efisien, aman, dan nyaman.
5. Kondisi ekonomi
Kondisi
ekonomi sebagai hasil dari adanya pertumbuhan industri dan aktivitas
komersial lainnya telah mendorong semakin meningkatnya kebutuhan akan
transportasi. Semakin tinggi dan kompleks aktivitas atau kemajuan ekonomi
suatu masyarakat dapat dilihat atau diukur dari kondisi jaringan
transportasinya. Jalan yang lebar, terpelihara, banyak lintasan, lengkapnya
sarana angkutan, terminal, pelabuhan, dan bandara sangat berkolerasi dengan
membaiknya keadaan ekonomi masyarakat sekitarnya.
6. Keadaan Politik dan Kebijaksanaan
Pemerintah
Pembuatan
jaringan transportasi seringkali dibuat karena latar belakang politik dengan
tujuan untuk memudahkan pengawasan, keamanan, dan pertahanan, walaupun
mungkin secara ekonomis kurang menguntungkan atau bahkan tidak ada.
Pembangunan fasilitas transportasi juga merupakan kebijaksanaan pemerintah
dalam rangka pembangunan, baik nasional, regional, maupun lokal agar
pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat di samping kestabilan politik dan
pemerataan pembangunan dapat diciptakan..
7. Teknologi yang dimiliki
Setiap
sarana dan prasarana transportasi mempunyai karakteristik tersendiri.
Misalnya: kereta api memerlukan lokomotif dengan mesin penggerak yang berbeda
(batubara, listrik, diesel) dan jaringan rel kereta api yang baik dan kuat.
Pesawat terbang berhubungan dengan daya angkut, mesin pesawat, kapasitas
bandara, sistem komunikasi udara, dan perlengkapan lain yang dibutuhkan untuk
layaknya suatu penerbangan. Kapal laut dengan rute, dermaga, kecepatan mesin,
dan daya angkut. Semua itu harus didukung oleh teknologi transportasi yang
dimiliki. Apabila penguasaan teknologinya belum memadai, maka sistem
transportasi yang aman, nyaman, mudah, dan terjangkau oleh masyarakat tidak
mungkin terwujud.
Sarana
transportasi dapat dikatakan sebagai sarana yang paling efektif untuk
melakukan suatu pembaharuan, karena mampu membuka sikap masyarakat yang
tertutup menjadi masyarakat yang dinamis dan terbuka. Selain beberapa
keuntungan dan keunggulan yang dapat diraih dari pengembangan sarana
transportasi, tetapi ada juga dampak negatif yang dihasilkan dari pembangunan
saana transportasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Perubahan penggunaan lahan
Pebaikan
dan pembukaan jalan sebagai sarana transportasi, dapat menyebabkan perubahan
penggunaan lahan yang tidak terkendali. Misalnya perubahan penggunaan lahan
hutan menjadi tegalan, perubahan lahan tegalan menjadi pemukiman, dan
seterusnya, sehingga tata ruang menjadi tidak terkendali yang ditunjukkan
dengan semakin rusaknya fungsi lahan dan bencana kekeringan, banjir, dan
erosi semakin intensif.
2. Perbedaan harga lahan.
Pembukaan
dan perbaikan sarana transportasi dapat menyebabkan naiknya harga tanah dan
terjadinya perbedaan kelas harga tanah. Semakin dekat ke jalan harga tanah
semakin tinggi, sedangkan semakin jauh dari jalan harga tanah semakin rendah.
Hal ini akan memacu jual beli tanah dan pengalihan fungsi tanah.
3. Penyebaran dan kepadatan penduduk
Peningkatan
saranan transportasi dapat menyebabkan penyebaran penduduk semakin merata dan
kepadatan penduduk semakin tinggi. Hal ini akan memacu pemilikan lahan yang
semakin sempit sehingga pengolahan lahan semakin intensif, dan pada
gilirannya produktivitas lahan semakin menurun dan petani semakin miskin.
4. Tingginya mobilitas penduduk
Perbaikan
sarana transportasi akan memacu mobilitas penduduk baik berupa migrasi,
urbanisasi, maupun gerakan sirkuler lainnya. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan mata pencaharian penduduk yang tadinya bertani menjadi beralih ke
sektor lain, sehingga tenaga kerja sektor pertanian berkurang.
5. Perubahan budaya masyarakat
Perbaikan
sarana transportasi dapat menyebabkan perubahan budaya masyarakat yang
dilaluinya. Perubahan tersebut dapat berbahaya apabila filter budaya yang
dimiliki masyarakat kurang kuat. Karena bisa jadi yang diserap adala budaya
yang kurang baik dan negatif. Tetapi apabila filter budaya yang dimiliki
masyarakatnya kuat maka kehawatiran tersebut tidak akan terjadi.
6. Memacu pembangunan berbagai fasilitas
fisik
Pembangunan
sarana transportasi dapat memacu pembangunan fasilitas fisik lainnya seperti
pemukiman, villa, sarana hiburan dan rekreasi. Perubahan ini akan menyebabkan
rusaknya tata ruang yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan dampak lainnya
adalah fungsi lahan sebagai daerah resapan jadi berkurang.
Sarana
transportasi yang telah dijelaskan tersebut erat kaitannya dengan aglomerasi
industri. Sebagaimana penjelasan bahwa diantara faktor-faktor penyebab munculnya
aglomerasi industri pada suatu wilayah, memiliki prinsip yang sama yaitu
untuk memperhitungkan biaya transportasi minimum agar dapat menekan biaya
produksi yang harus dikeluarkan. Selain itu, sistem transportasi yang baik
dan mudah di suatu tempat atau wilayah merupakan salah satu alasan untuk
terjadi aglomerasi industri pada tempat atau wilayah bersangkutan.
Untuk
menganalisis hubungan antara sarana transportasi dan aglomerasi industri,
dapat diikuti pada contoh kasus berikut ini.
Misal:
Pada suatu proses pembangunan industri, sumber bahan mentah (B), pasar (P),
dan sumber energi (E) terdapat pada tempat yang terpisah-pisah. Dalam hal ini
faktor tenaga kerja dianggap faktor yang selalu bergerak untuk mengikuti
lokasi industri sehingga dapat diabaikan. Aglomerasi industri akan terjadi
pada kisaran sekitar ketiga faktor tersebut. proses aglomerasi industri
terjadi karena setiap perencanaan atau penentu kebijakan dalam pemilihan
lokasi akan memperhatikan terapan konsep isotim dan isodapen dalam memperhitungkan
biaya transportasi minimum. Perhatikan gambar berikut!
Isotim merupakan
garis-garis di peta yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki biaya
transportasi yang sama. Isodapen merupakan garis-garis yang
menghubungkan tempat yang memiliki kenaikan biaya transportasi yang sama
besarnya di atas biaya transportasi lokal minimum. Adapun lokasi industri
dengan biaya transportasi minimum akan terletak pada daerah yang berbentuk
segitiga (segitiga aglomerasi).
Pada
gambar tersebut terdapat dua segitiga aglomerasi, yaitu segitiga aglomerasi I
yang dibatasi oleh isodapen 5 dan segitiga aglomerasi II yang dibatasi oleh
isodapen 6. Lokasi industri ini akan diletakan di bagian segitiga aglomerasi
I ataupun II, bergantung pada penawaran. Jika lokasi industri diletakan pada
segitiga I, berarti biaya transportasi harus 5 unit di atas biaya
transportasi minimum. Jika lokasinya pada segitiga aglomerasi II, penambahan
biaya di atas biaya transportasi minimum sampai unit 6.
Pada
segitiga aglomerasi II masih dapat dilakukan pilihan atau penawaran antara di
A1, A2, atau A3. jika kita lebih berorentasi pada pasar, lokasi industri
dapat diletakan di A1, di sini penambahan biaya pemasaran sampai dengan 4
unit. Adapun untuk pengankutan bahan mentah 6 unit dan energi 6 unit.
Selanjutnya, coba anda analisis jika keputusan lokasi itu di A2 atau A3.
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar